Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Wednesday, 2 January 2013

Bagaimanakah Bersyukur Kita?

Kindly Bookmark and Share it:

Dikisahkan, suatu hari di sebuah negeri, matahari tidak terbit. Para Petani bangun pagi-pagi agar bisa berangkat ke sawah dan ladangnya, namun keadaan gelap gulita. Para pegawai dan pekerja pun demikian, bangun sejak awal, agar mereka bisa berangkat ke tempat tuganya, namun kegelapan benar-benar pekat. Hal yang sama juga menimpa pelaja dan mahasiswa, mereka tidak bisa berangkat ke tempat studinya karena gelap begitu mencekam.


 Sepanjang hari itu, semua orang tidak ada yang melakukan aktivitas. Mereka semua menganggur dan kehidupan pun berhenti. Keadaan benar-benar chaos dan kacau balau. Bayi-bayi tubuhnya menggigil dan lemas karena kedindinan. Kecemasan dan ketakutan menghantui semua orang.

Begitu tiba malam hari, bulan pun tidak nampak! Orang-orang pun semua berangkat ke tempat ibadahnya, meneriakkan selawat dan menghamburkan doa. Mereka berteriak histeris seraya merunduk berdoa agar matahari bisa kembali bersinar. Malam itu, tidak seorang pun yang bisa memejamkan mata.

Keesokan harinya, saat pagi menjelang, ternyata matahari kembali bersinar. Orang - orang pun saling bersahutan mengekspresikan kegirangan yang tiada terperi. Smbil mengangkat tangan ke langit, mereka pun tak henti-hentinya menggemakan puji syukur kepada Allah, seraya saling memberikan ucapan selamat satu sama lain di di antara mereka.

Kemudian salah seorang bijak bestari di negeri itu pun berujar, "Mengapa kalian bersyukur kepada Allah lantaran terbitnya matahari di hari ini saja? Bukankah matahari itu bersinar setiap pagi (hari)? Bukankah kalian tahu kalau kalian sudah mereguk beragam nikmat Allah sepanjang masa?"

Itulah sebagian watak asli sekaligus kealpaan dan kelalaian manusia, ketika mereka didera oleh berbagai maca kesulitan dan kepanikan, baru mereka kembali kepada Allah (Q.S. an-Nahl [16]:53), seraya mengakui nikmat-Nya. Itu pun hanya terhadap sebagian kecil nikmat, padahal sudah teramat banyak nikmat Allah yang dicurahkan padanya (Q.S. Ibrahim [14]:32-34), yang tanpa disadarinya.

Kita baru bisa menyelami nikmat Allah jika bertalian dengan hal-hal material atau yang kasa mata, misalnya diberikan harta melimpah, jabatan dan posisi yang enak, terbebas dari kecelakaan, lulus dalam testing sekolah atau pekerjaan, dan pendamping atau pasangan hidup yang setia.

Padahal, nikmat Allah itu terus dicurahkan pada hamba-Nya di setiap tarikan napas mereka, yang sekaligus menjadi penopang utama kehidupan mereka, tanpa mereka sadari. Misalnya, jantung mereka yang terus berdetak, napas yang terus menghirup udara bebas, mata yang bisa melihat, mulut yang bisa bicara, hidung yang bisa mengendus rupa-rupa aroma, kuping yang bisa mendengar, kulit yang bisa merasakan dingin atau panas, kita bisa tidur, terjaga, jalan ke mana suka, dan seterusnya. 

Tidak cukupkah kita dengan gugahan Allah yang berkali-kali dalam surah ar-Rahman: "Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan?"

Maka betapa lancungnya dan tidak etis sekali jika kita hanya mau taat dan beribadah kepada Allah di kala kita didera kesulitan dan menyimpan segudang keinginan. Wallahualam.

Sekian info yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat kebaikan yang diridhoi Allah bagi kita umat manusia. Amiin.  

Sumber: Buletin Jum'at Hidayah, Edisi 320 14 September 2012

0 komentar:

Post a Comment

 

Followers

Powered by Blogger.